No More Drama (#conveyorbelt)




            Aku terbangun dari tidurku begitu merasakan roda pesawat menjejaki tanah yang seharusnya ku panggil rumah, ya.. Jakarta. Masih dengan kepala yang agak pusing dan leher yang nyeri karena harus tidur dengan posisi yang sangat tidak nyaman, aku meraih iPod yang sudah selama dua jam penuh menemaniku dalam penerbangan yang sangat membosankan ini dan melirik ke arah jam yang tertera di layar, jam 10.00 pagi, well.. masih terlalu pagi menurutku. Sambil memperhatikan segala hiruk pikuk yang ada, aku berusaha bangkit dari tempat dudukku dan meraih tas ransel yang ku letakkan di bagian dalam kabin pesawat. Terdengar beberapa ocehan dari para penumpang lain disekitarku, beberapa ada yang mencaci, ada yang terdengar terlalu tidak sabar untuk segera meninggalkan pesawat ini, dan obrolan pagi lainnya dari para penumpang yang terlihat super-rapi dan modis dalam berbagai balutan fashion airport-nya di Senin pagi ini. Melihatnya benar-benar membuatku ingin tertawa.

            Dengan malas aku melangkahkan kaki ku keluar dari pesawat menuju ke bagian imigrasi. Segala jenis ocehan masih terdengar disekitarku, sepertinya lain kali aku harus memperingatkan diriku untuk tidak mengambil jadwal penerbangan sepagi ini di hari sesibuk ini juga. Aku pun mengalihan pandanganku dari keramaian yang terlihat seperti sedang berlomba untuk melakukan fashion show dihadapanku, di layar handphone-ku terdapat puluhan panggilan tak terjawab dari Papa dan berbagai jenis pesn singkat dari Mama. Kedua orang ini, kapan mereka akan mengerti kalau aku bukan lagi anak kecil sekarang? 

               “Ya, Pa?” akhirnya dengan malas aku menjawab telepon Papa.
            “Kamu kok pulang dari Singapura nggak kasih tau? Tadi tante Reni sampai bingung nyariin kamu pagi-pagi yang udah menghilang gitu aja,” omelnya.
              “I also have life in Jakarta, don’t you think so?”
              “Katanya kamu mau liburan disini, kenapa?”
              “Cancelled. Mama mendadak nyuruh aku pulang. Okay Pa, see ya,” balasku langsung memutuskan sambungan.
             
             Ya memang, rencananya aku ingin liburan dan menghilangkan kepenatan di rumah Papa di Singapura, tapi siapa sangka, istri baru Papa ternyata dengan senangnya memunculkan diri dihadapanku dan merusak segala rencanaku. No, thanks Pa, I will never stay at the same place with that bee-yatch.

            Tanpa sadar aku sudah sampai di tempat pengambilan bagasi. Sekumpulan orang telah menunggu dan berdiri untuk mengambil koper dan barangnya masing-masing. Aku pun mengikuti barisan itu dan menunggu dalam diam sambil terduduk diatas trolley-ku. Satu, dua, tiga... masing-masing tas dan koper yang berlalu diatas conveyor belt itu pun melewatiku dan akhirnya bertemu dengan pemiliknya. Iseng aku memperhatikan tas dan koper tersebut. Chanel, Louis Vuitton, Elle.. semuanya memiliki brand-brand ternama tercetak diatasnya. Aku pun mengalihkan pandangan ke sekitarku, beberapa eksmud terlihat sibuk dengan gadget mereka sambil menunggu didepan conveyor belt, ada juga sepasang kekasih yang nampaknya tidak malu untuk menunjukkan keintiman hubungannya didepan khalayak ramai, beberapa wanita muda juga terlihat menunggu tidak sabar dengan penampilan elegan dan heels branded andalannya yang mungkin ber-merk Nine West atau Manolo Blahnik, don’t really care but it somehow funny to me, life now is all about brand, isn’t it? Lalu kesibukanku itupun terhenti saat satu koper lusuh yang kukenali sebagai koper milikku muncul di conveyor belt. Tanpa menunggu lagi aku pun segera mengambilnya dan melangkah keluar dari tempat penuh drama itu. Nope, I really do have enough drama in my life. Thank you.
           

Comments