Di dunia ini banyak sekali orang yang memiliki kemiripan yang sama. Mungkin separuh dari penghuni Bumi memiliki tingkat kemiripan identik, layaknya sepasang anak kembar, dan beberapa orang biasa juga tanpa mereka sadari memiliki kemiripan yang serupa dengan yang lainnya. Pernah dengar tentang doppelganger? Dua orang yang memiliki kemiripan yang identik namun sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Well, sayangnya ini bukan cerita tentang doppelganger. This is another story that had taught me another life lesson. And here the story goes.
Gue seakan menemukan saudara kembar yang hilang waktu itu. Bukan, kami nggak mirip sama sekali dalam hal fisik. Ya tentu saja, dia berjenis kelamin lelaki dan gue perempuan. Dia berkacamata dan gue... sama sekali tidak memiliki mata minus. Dia tinggi besar dan gue mungil (ya, kalau tidak ingin kasar menyebut pendek). Kita bukan kembar. Tapi gue merasa sangat mirip dengannya. Serupa. Identik. Kita mempunyai golongan darah yang sama, lahir di bulan yang sama, memiliki hobi yang sama, idola yang sama, topik pembicaraan yang sama, film favorit yang sama, dan puluhan hal lainnya yang juga sama dan mungkin akan menghabiskan banyak waktu untuk membahas semuanya disini.
Gue menyukainya. Dia dan kemiripan yang ada diantara kami. Begitu serupa seakan semuanya tampak seperti rekayasa. Menyenangkan rasanya bisa bertemu dan mengenal dia lebih jauh. Gue berterimakasih pada project mid-semester di kampus yang mengharuskan kami untuk bekerjasama dan berkomunikasi dengan intens. Ya serius, terima kasih.
Semua terasa begitu alami. Rasanya seperti dipertemukan dengan versi pria dari diri gue. Kalian tau rasanya? Bertemu dengan diri kalian dalam fisik yang begitu berbeda? Rasanya menyenangkan. Gue seperti menemukan dunia baru. Karena setiap hari yang gue lewati tidak pernah terasa membosankan dengan hadirnya ‘si kembaran’ ini. Yah setidaknya rasa menyenangkan itu berhasil berlangsung selama dua bulan, sampai gue menemukan satu kebenaran yang menyakitkan. Bahwa ‘si kembaran’ ini ternyata sudah menemukan tambatan hatinya, lama sebelum dia bertemu dengan gue. Sangat menyakitkan. Another gambling in life which failed me bad. So what did I do? Angkat kaki tentu saja. Dan menghapus jejak ‘si kembaran’ dari hidup gue sesegera mungkin.
Pertemuan lainnya dalam hidup yang tidak sesuai dengan apa yang gue harapkan sebelumnya. You know, disaat sudah merasa menemukan ‘he is the one’ lalu semuanya kembali diluluhlantakkan dengan kenyataan yang sangat menyebalkan. It sucks indeed and it hurts. But life goes on with its gambling game. I learned my new lesson. Bahwa sebenarnya tidak semua persamaan bisa dijadikan pertanda dan menghasilkan hal yang baik. Bahwa persamaan juga dapat membawa ke perbedaan yang semakin menciptakan jarak. Dan fakta-fakta lainnya yang harusnya gue sadari dari awal. Menyesal? Nope. Because I learned another life lesson here. Tentang persamaan dan perbedaan yang harus seimbang di dalam hidup setiap orang. Karena terlalu banyak persamaan bisa memabukkan, dan terlalu banyak perbedaan bisa juga memisahkan. But who knows? You can’t just sit in silence waiting for it, but you need to gamble it outside to know what it takes for a simple happiness in life. Right?
Comments