![]() |
"nada-nada itu adalah mantra kehidupan baginya.." |
Aku kembali menatap sosok itu lagi dan lagi di lorong yang sama. Lorong kosong yang dipenuhi dengan misteri didalamnya. Lorong kosong yang terlihat tidak begitu menyeramkan saat sosok itu datang mengisinya. Lorong kosong yang selalu membuatku berkeinginan untuk meninggalkan hidup ini, namun selalu terlihat lebih menarik saat sosok itu berada di dalamnya. Aku tidak mengenalnya, siapa dia, darimana dia berasal.. aku hanya menikmati waktu-waktu saat lorong kosong itu menjadi berwarna begitu dia berada disana. Meskipun hanya kesenduan yang selalu terpampang di wajahnya, namun entah mengapa sosok ini telah memberikan kekuatan lain bagiku untuk bertahan lebih lama dalam kehidupan ini, bersama dengan penyakit yang telah bersarang dalam tubuhku. Ya, beberapa minggu lebih lama aku bertahan karenanya. Haruskah aku berterima kasih?
“Ken, sudah waktunya terapi,” kakakku datang dan menarik jauh kursi roda ku dari lorong rumah sakit itu, tempat dimana aku biasa bertemu dengan dia, si sosok misterius.
Aku memandang langit-langit ruang perawatan itu dengan tatapan kosong, berusaha tidak menghiraukan banyaknya jarum dan cairan kimia yang berusaha dimasukkan ke dalam pembuluh darahku demi kehidupan yang menurutku sudah tidak berarti lagi. Namun tiba-tiba saja sosok misterius itu hinggap dalam jangkauan penglihatanku, entah mengapa sejak melihatnya beberapa minggu lalu, aku merasakan dorongan untuk dapat mempertahankan hidup, untuk terus mendengar nada-nada indah yang selalu dihasilkannya saat dia menggesek senar-senar lembut itu. Aku ingin terus hidup untuk itu, nada-nada terindah dan paling tulus yang pernah ku dengar.
------
Tidak pernah ada perubahan berarti dalam kondisiku di hari-hari berikutnya. Semakin banyak perawatan dan pengobatan yang ku terima, namun tidak menghasilkan sesuatu yang berarti. Terus terjebak dalam badan pesakitan ini, aku benar-benar lelah.
Dalam keheningan aku memutuskan untuk kembali menyuusuri lorong kosong rumah sakit itu, berusaha menemukan sosok misterius yang biasa mengalihkan perhatianku dari dunia, namun nihil, ternyata dia tidak disana. Dengan perlahan aku menggerakkan kursi roda-ku menuju ke sudut lorong dimana terletak sebuah kamar perawatan lain yang ku ketahui sebagai tempat utama bagi sosok misterius itu untuk memainkan nada-nada indahnya yang selalu ku kagumi secara diam-diam. Dan ya, dia memang berada disana. Berdiri dalam sosok indahnya di depan sebuah bangsal rumah sakit dengan seorang wanita paruh baya tergeletak diatasnya tidak berdaya. Sosok misterius itu mengambil biola yang ku perhatikan selalu berada disana menemaninya, menggesek senar-senar lembut itu, menciptakan nada-nada indah yang ikut ku nikmati secara diam-diam dari luar ruangan itu. Sosok misterius itu memainkan biola-nya seakan-akan alat musik itu adalah jiwa keduanya, seakan-akan nada dari biola itu akan menjadi mantra ajaib untuk pemulihan jiwa seseorang, begitu indah dan tulus. Aku terhanyut, aku ingin terus hidup demi nada-nada indah itu, aku ingin terus hidup untuk melihat malaikat ini, untuk 1000 tahun lagi? Mungkinkah?
------
Suara detak jantungku terdengar memenuhi gendang telingaku sendiri, terlalu cepat dan terlalu menyesakkan. Kelopak mataku pun seakan telah melekat erat dan tidak dapat dibuka. Sakit. Aku ingin meneriakkan kata ini. Sakit sekali! Namun tidak ada satu suarapun yang dapat keluar dari bibirku. Dengan samar aku mendengar suara-suara keramaian di sekitarku, mereka terdengar begitu panik dan ingin menyelamatkan ku. Ya, kumohon... selamatkan aku. Siapapun... ku mohon!
Kemudian tiba-tiba saja aku mendengar nada indah itu mengalun lembut samar dari kejauhan, perlahan aku menguatkan diri untuk membuka mataku, terlihat disana keluargaku memandang dengan tatapan penuh kesedihan, airmata pun turun membasahi pipi ku, dengan berbagai rasa sakit yang masih menyerang tubuhku aku berusaha memfokuskan pandanganku untuk mencari sosok itu. Tim medis disekeilingku sudah menarik bangsal ku menjauh dari ruang perawatan, lalu dengan tergesa menyusuri lorong kosong itu, semakin liar pandanganku untuk mencari sang malaikat, aku ingin melihatnya untuk terakhir kali, aku ingin mengucapkan terima kasih padanya karena telah berhasil membuatku merasakan semangat itu lagi, aku ingin mendengar nada-nada indah darinya sebagai penutup kehidupanku ini.
Seakan ada percikan kembang api di depan mataku, tiba-tiba sang malaikat itupun muncul dengan biola-nya yang masih dia pegang erat di sisi tubuhnya, dia memandangi bangsal ku yang berpapasan dengannya, dia menatapku lembut seolah dia telah mengetahui bahwa akulah penonton rahasia permainan nada indahnya selama ini. Ya, terima kasih karena telah banyak mengisi hari-hari terakhirku dengan nada-nada indah mantra khusus mu, terima kasih karena telah memberikanku kesempatan untuk berharap agar bisa hidup 1000 tahun lagi demi mendengar nada-nada itu. 1000 tahun, malaikatku. Terima kasih banyak.
------
Comments