Aku memandang nanar ruangan itu. Selang infus, tabung oksigen, segala macam obat-obatan yang terususun rapi diatas nakas.. semuanya sudah tidak asing lagi bagiku. Setetes airmata kembali jatuh membasahi pipi ku diiringi dengan jutaan pertanyaan yang masih terus membayangi pikiranku. Kapan aku sembuh? Kapan aku bisa mengekspresikan diriku dengan bebas? Kapan aku bisa mewujudkan seluruh mimpiku tanpa gangguan? Dan mampukah aku bertahan lebih lama lagi?
Dengan segala energi yang masih tersisa aku berusaha meraih sebuah buku usang yang terletak di samping tempat tidurku. Masih terdapat banyak halaman kosong yang seharusnya bisa diisi dengan berbagai macam kata, namun keadaan menentang keinginan ku. Penyakit yang bersarang di tubuhku ini sudah terlalu banyak membunuh segala impianku.
“Jangan ganggu adikmu! Dasar anak berandalan! Hei!” terdengar suara teriakkan dari luar disusul dengan sosok seseorang yang memasuki kamarku secara tiba-tiba.
Aku memandang pantulan wajahku pada sosok pria yang saat ini berdiri di hadapanku dengan penampilannya yang berantakan. Dialah yang selama ini menjadi inspirator ku untuk meraih mimpiku, namun dia sendiri pula yang tanpa sengaja menghancurkannya. Segala macam ingatan pun seakan-akan langsung menyerang pikiranku, potongan memori saat penyakit ini mulai bersarang di tubuhku melalui jarum suntik tajam yang sukses menghancurkan segala impianku, kebencian terhadap takdir yang sempat tertanam dalam diriku dulu dan segala penyesalan yang dialami oleh pria di hadapanku saat ini.
“Kak Aryo..” ucapku lemah sambil berusaha bangkit dari tempat tidur.
“Maafin kakak ya Rin. Maafin kakak! Maaf Rin, maaf...” dengan bersimbah air mata kak Aryo berlutut di samping tempat tidurku sambil menggenggam tanganku yang pucat dan dingin.
“Aku udah maafin kakak dari dulu, semuanya udah terlalu lama berlalu, seperti apapun keadaanku, setidaknya segalanya harus tetap disyukuri kan?” ucapku masih menjadi seorang Arin yang optimis.
“Kamu gak tau gimana menyesalnya kakak sampai rasanya ingin banget bunuh diri. Maaf karena kakak udah buat kamu begini, maaf karena kakak sempat menjadi pengecut dulu dan gak bisa jagain kamu.”
“Kak Aryo gak boleh ngomong gitu. Kakak harus semangat dan bikin keluarga ini bahagia. Pokoknya kakak harus lanjutin impianku!” ucapku tersenyum lemah sambil menunjukkan buku usang yang sudah ku pegangi sejak tadi.
“Kamu mau kakak melanjutkan.....ini?” sosok pria di hadapanku ini menebak dengan tepat.
“Iya, ini hal yang mudah kan buat penulis seperti kak Aryo?” balasku ringan. “Aku takut cerita ini dan impianku hanya akan berhenti sampai disini karena penulisnya sepertinya akan pergi jauh.”
“Kamu ngomong apa sih? Arin pasti sembuh, oke? Kamu gak boleh ngomong gitu.”
“Tapi gak pernah ada obat untuk AIDS kan? Dokter terhebat di dunia pun gak bisa menyembuhkan aku.”
“Kamu pasti sembuh, Rin! Kemana perginya Arin yang selalu optimis?” ucap kak Aryo yang mulai menaikkan intonasi suaranya.
“Masih disini kok, aku kan hanya berusaha membuat persiapan yang diperlukan,” balasku sambil memberikan penekanan pada tiga kata terakhir. “Jadi... Kakak mau kan ngelanjutin ini?”
“Apapun buat adikku,” ucap Kak Aryo yang langsung memelukku dengan erat.
Aku pun tersenyum dalam pelukan hangat kak Aryo. Berusaha mengalirkan kehangatan yang diberikannya ke sekujur tubuhku yang sudah terlalu lama terbaring lemah. Namun disaat segalanya mulai terasa menyenangkan, tiba-tiba saja aku merasakan kamarku seperti berputar di depan mataku, rasa sakit menyerang kepalaku... sakit sekali. Cairan kental berwarna merah pun ikut mengalir keluar dari lubang hidung dan telingaku, badanku bergetar hebat menahan sakit. Aku menangis karena sakit dan juga takut, takut kalau ini adalah akhirnya, takut kalau aku tidak bisa merasakan pelukan hangat ini lagi.
Dengan cepat kegelapan ikut melanda pandanganku, hanya terdengar teriakan panik dari Kak Aryo dan disusul dengan suara langkah berat mama dan papa yang mendekat. Ya, inilah akhirnya. Aku pun memberikan senyum terakhirku seolah berkata aku akan pergi dengan bahagia dan mempercayakan mimpiku pada sosok hebat dihadapanku ini. Setidaknya, aku tau bahwa hidupku akan berlanjut dalam buku usang itu... dalam mimpi-mimpiku.
-------
(picture taken from : 2.bp.blogspot.com)
Comments