Suara dentuman itu terdengar lagi. Aku berusaha menajamkan pendengaranku dan mencari sumber suara itu. Lagi, lagi, dan lagi.. Suara dentuman itu masih terus berlanjut, namun aku benar-benar tidak bisa menemukan sumber dari suara itu. Tunggu dulu, suara itu sepertinya berasal dari dalam tubuhku, degupan jantungku lebih tepatnya. Astaga! Aku benar-benar gugup saat ini, sehingga jantungku berdegup sangat cepat tanpa ku sadari.
Dengan gemetar aku berusaha merapikan tatanan rambutku. Kembali bercermin dan melihat apakah ada bagian gaunku yang terlipat atau apa, namun ternyata semuanya masih baik-baik saja. Ya, setidaknya belum ada kejadian yang aneh sejauh ini.
"Kiera, kamu sudah siap?" Bunda menghampiriku. "Kamu cantik sekali malam ini, nak."
Aku pun mengangguk ringan dan tersenyum kecil mendengar pujiannya. Aku tidak ingin menunjukkan rasa gugupku di hadapan wanita yang sudah melahirkan ku dan membela ku selama ini. Aku ingin membuatnya bangga, paling tidak sekali dalam seumur hidup ku. Aku tidak ingin dia terus-terusan dicemooh oleh orang lain karena memiliki anak perempuan seperti ku yang bahkan tidak bisa mengucapkan sepatah kata apapun.
"Kamu pasti bisa melakukannya! Bunda bangga padamu!" Ucap Bunda lagi kali ini membuat airmataku menetes.
Tanpa ragu, aku merengkuhnya ke dalam pelukan ku. Tidak lagi peduli jika ada lipatan pada gaunku, tidak lagi peduli akan riasanku yang mungkin saja rusak. Yang aku inginkan hanya membuat bunda tersenyum bangga dan memeluknya erat.
****
Lampu panggung meredup dan hanya menyisakan satu titik terang yang datang ke arahku. Dengan kaki gemetar aku melangkah dan mendudukkan diri di posisi paling nyaman yang bisa ku dapatkan di hadapan benda mati berwarna hitam besar itu.
Perlahan namun pasti, jari-jari ku mulai berlari dan menari di atas tuts putih yang berjejer disana. Berbagai nada indah nan lembut bermunculan, satu melodi terbentuk dengan anggunnya. Terus dan terus jari-jari ku berlari dan bermain diatas tuts piano tersebut, hingga akhirnya suara riuh tepuk tangan menghentikan ku. Di barisan depan, ku lihat dia, sang bunda tercinta yang selama ini selalu menjadi malaikat ku. Meskipun mungkin aku tidak bisa mengatakan ini, namun aku ingin dia tau bahwa aku benar-benar menyayanginya melebihi apapun di dunia ini. Terima kasih, Bunda.
Comments