THE RAIN

     Aku menghentikan motor ku tepat di hadapan gadis itu. Dia terduduk sendirian di depan gerbang sekolah masih dengan seragam lengkap putih abu-abunya. Menyandang sebuah tas di punggungnya dengan wajah bosan serta penampilan yang sudah berantakan. Rasa lelah terukir sangat jelas dari bahasa tubuhnya. Gadis itu, entah mengapa aku mulai tertarik padanya. Sosok kekanakannya yang seakan-akan selalu ingin meminta bantuan, selalu ingin dimanja, membuatku merasa memiliki tanggung jawab yang besar terhadapnya. Serta terkadang permintaan-permintaan uniknya yang selalu sukses membuat keningku berkerut bingung.

     “Kakak! Telat banget deh!” sahutnya dengan wajah bete.

Aku pun langsung melirik arloji yang ada di pergelangan tanganku. Jam setengah lima. “Sori, tadi macet banget di jalan. Sori banget ya...”
    
     “Ya udah, ayo langsung pergi ke toko buku aja deh,” ucap si gadis terlihat tidak sabaran.


     Aku mengendarai motorku dengan si gadis SMA yang berada di boncengan. Dia menggenggam erat bagian belakang jaketku. Ya, aku bisa merasakannya. Sepertinya dia tidak bisa menemukan pegangan lain selain jaketku. Lagi-lagi gadis itu sukses membuat sebuah senyum tersungging di bibirku.

     Tidak lama kemudian, motorku akhirnya memasuki kawasan parkiran sebuah toko buku. Sang gadis SMA pun memandang ke daerah sekelilingnya dengan tatapan aneh. Sepertinya dia masih asing dengan kawasan ini.
    
     “Kenapa kita ke toko buku sini kak? Kan aku mau ke tempat yang baru itu. Lebih luas.”
     “Disini juga luas kok. Udah, ayo cari bukunya,” balasku yang lagi-lagi sukses membuat gadis itu cemberut bete. Hal favoritku.

      Aku melangkah mengikuti gadis berseragam itu mengelilingi toko buku. Repot sekali. Namun entah mengapa aku melakukannya kali ini dengan senang hati. Kehadiran si anak SMA itu selalu bisa membuat perasaanku berbalik 180 derajat. Ya, dia memang unik sekali.

     “Hujan kak,” ucap si gadis SMA saat acara hunting buku selesai.
     “Hmm.. terpaksa tunggu reda dulu deh,” balasku sambil memandang ke arah langit gelap.
     “Selalu begini deh.”
     “Maksudnya?” tanyaku tidak mengerti.
     “Emang kakak nggak sadar ya kalau kita ketemu pasti turun hujan. Coba kakak inget-inget deh,” jawab si gadis yang berdiri disampingku.

     Secara otomatis otakku langsung memutar semua waktu-waktu pertemuanku dengan gadis SMA ini. Dari acara kampusku waktu itu, lalu kegiatan mentoring ku dengan dia, dan... ya, hujan memang selalu turun saat itu. Aneh.

     “Romantis,” ucap si gadis itu lagi.
     “Apa?” tanyaku kaget.
     “Nggak kok. Bukan apa-apa,” balasnya sambil tersenyum usil.

     Aku pun hanya bisa memandang gadis disampingku dengan tatapan heran. Romantis? Well... iya sih. Tapi.. kenapa... rasanya aku ikut senang ya mendengar kata-kata itu? Astaga.
 

     Malam itu aku mencoba mencari kebenaran akan perasaanku. Perasaan yang selama ini selalu tertutup untuk siapapun. Yang selalu membeku. Namun kali ini sepertinya aku sudah menemukan seseorang yang berhasil meluluhkannya, menemukan kunci yang pas untuk membukanya. Gadis SMA itu.. mungkin dia adalah ‘the one’ untukku kali ini. Ya, mungkin.

     Siang itu sepulang kuliah, aku langsung tancap gas menuju ke sebuah sekolah tempat dimana aku mengenal sang gadis SMA itu untuk yang pertama kalinya dalam seragam putih abu-abu. Saat itu dia masih terlihat polos mengikuti masa-masa orientasi SMA, sedangkan aku berlaku sebagai kakak kelasnya. Kenangan yang manis sekali.

     Aku memandangi pintu gerbang yang masih tertutup rapat. Sepertinya jam sekolah belum usai. Aku pun berusaha menunggu dengan sabar. Menunggu gadis itu muncul.
Semenit, dua menit, dan menit-menit berikutnya pun terlewati dan akhirnya gadis yang ku tunggu muncul dengan wajah cerianya yang biasa. Dia masih terlihat asik bercanda dengan teman-temannya. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Sepertinya... hatiku memang sudah mencair dan terbuka karena dia. Ya. Aku yakin.

     Tanpa ragu aku memanggil gadis itu di kejauhan. Dia memandangku kaget. Sangat. Karena mungkin biasanya aku masih berada di kampus pada waktu-waktu seperti ini. Wajar saja.

     Gadis itu terlihat senang saat mengetahui keberadaanku. Dia pun terburu-buru berjalan menghampiriku. Aku memandangnya dengan senyuman hangat menghiasi bibirku. Namun sayang, senyum itu tidak bertahan lama. Takdir berkata lain. Sebuah mobil berkecepatan tinggi meluncur ke arahnya. Menghantam tubuhnya dan menghancurkan segalanya. Aku... harus kehilangan gadis itu bahkan disaat aku belum sempat untuk mengatakan apa yang sebenarnya ku rasakan padanya.

     Kalut. Aku berlari menghampirinya. Meneriakkan namanya berulang kali. Memeluk tubuhnya. Merasakan kehangatan tangannya. Berusaha memandang keceriaan di matanya yang kini sudah tertutup. Tidak. Gadis ini.. yang pertama kali membuka hatiku dan meluluhkannya. Dia tidak boleh pergi.
    
     “Kak... hu..jan..” ucap gadis SMA itu terbata dengan darah segar yang mengalir di pelipisnya.

     Aku memandang ke langit mendung diatasku. Ya. Hujan.

     “Kamu bertahan ya.. Please...”
     “Ma..ka..sih se..mua..nya kak..” balasnya yang tiba-tiba langsung terkulai lemah dalam pelukanku.

     Aku hanya bisa memandang tubuh lemasnya di pangkuanku dengan kalut dan tanpa sadar langsung meneteskan airmata. Aku tidak mau kehilangan dia. Tidak!!! Aku... aku.. mencintainya!!! Sangat!!!

Hujan itu mengundangnya datang..
Dengan sebuah senyum dan keceriaan..
Kehangatan akan cinta..
Mencairkan gunung es itu..
Mengikis dinding batu itu..
Hujan itu membawanya..
Mengalir bersama derasnya air..
Jatuh dengan ringan...
Namun, hujan itu juga mengajaknya untuk melangkah pergi..
Menjauh..
Memudar.. dari dunia..
Seperti debu yang tersapu oleh hujan..
Seperti angin yang berhembus..
Hujan..
Mampukah kau mengembalikannya lagi... untukku ?

Comments

silkycara said…
sepertinya saya mengenal cerita awalnya , uwuwuwuww