Things Before Die -(another short story from Nadya)

THINGS BEFORE DIE

“Kak, lo dimana?” tanya gue dengan gelisah. “Cepetan! Konsernya udah mau dimulai nih!”
“Iya, gue sebentar lagi sampai situ. Macet banget nih di depan,” terdengar balasan cowok itu dari speaker ponsel gue yang menempel di telinga.
Akhirnya dengan sabar gue pun kembali berdiri di depan pintu masuk Istora Senayan dengan dua tiket konser di tangan. Hari ini gue akan menonton konser The Click Five bersama dengan kak Arvia yang entah kenapa dengan senang hati dan ikhlas membelikan gue tiket tiba-tiba dan mengajak gue menonton dengannya. Well, gue senang banget pasti. Apalagi band ini adalah band favorit gue. Namun sayangnya sang perencana belum juga muncul, padahal konser sudah mau dimulai. Payah banget deh!
****
“Konsernya seru ya? Suaranya si Kyle Patrick keren banget!” kak Arvia terus mengoceh heboh saat konser selesai.
“Iya, tapi akan lebih seru kalau tadi lo nggak telat dan kita bisa dapet tempat enak dekat panggung,” balas gue yang masih kesal dengan insiden telat tadi.
“Maaf deh. Kan gue nggak tau kalau akan semacet tadi.”
“Makanya kalau nggak tau itu harusnya siap-siap dan bukannya malah ketiduran,” ucap gue lagi.
“Astaga Fey, serius deh nggak sengaja. Maaf yaa...” kak Arvia terlihat merasa bersalah.
“Ya.. Ya.. Ya.. “ balas gue pasrah dan langsung masuk ke mobil kak Arvia dan segera tancap gas pulang.
Sepanjang perjalanan pulang gue hanya bisa terdiam, begitu juga dengan kak Arvia yang malah terlihat pucat. Mungkinkah ini akibat tadi kita terlalu bersemangat nonton konser ya? Tadi kita memang bersemangat banget mengikuti irama musik sampai jingkrak-jingkrak heboh, tapi kok kayaknya kak Arvia keliatan kurang sehat ya?
“Thanks kak. Tadi seru banget!” ucap gue saat mobil kak Arvia terhenti di depan rumah gue.
“Sama-sama. Besok jangan sampai bolos sekolah ya gara-gara konser hari ini. Oke?” pesan kak Arvia sebelum mobilnya beranjak pergi.
“Sippp kak! Sampai ketemu besok ya! Daaaah!” balas gue sambil melambaikan tangan mengantar kepergian mobil kak Arvia dari rumah gue.
****
Esoknya saat sekolah gue sama sekali nggak melihat sosok kak Arvia dimanapun. Padahal biasanya dia selalu bisa gue temukan saat istirahat atau saat pergantian jam pelajaran, namun sekarang dia sama sekali nggak terlihat dimanapun. Sepertinya kak Arvia nggak masuk? Tapi ada apa ya? Padahal semalam dia yang berpesan supaya gue nggak bolos hari ini. Dasar!
Refleks, gue pun langsung menghubungi ponsel kak Arvia untuk mengetahui keadaan dia yang sebenarnya dan ternyata.. kak Arvia benar nggak masuk sekolah karena sakit.
“Sakit apa sih kak? Nanti gue jenguk ya ke rumah lo?” tanya gue dengan nada suara khawatir.
“Cuma sakit biasa kok. Tapi gue lagi nggak dirumah, Fey. Gue dirawat di rumah sakit.”
“Hah? Sakit biasa tapi kok sampe dirawat di rumah sakit gitu kak? Di rumah sakit mana? Nanti gue kesana.”
“Pertamina, Fey. Thanks berat ya,” balas kak Arvia dengan suara serak.
“No prob kak. See you yaa!”
****
Sesuai dengan janji gue tadi, akhirnya siang itu sepulang dari sekolah gue pun langsung cabut ke rumah sakit Pertamina untuk menjenguk kak Arvia. Sepertinya sakitnya bukan sakit biasa. Atau jangan-jangan ini karena konser semalam ya? Tapi....
“Thanks Fey udah mau jengukin gue,” ucap kak Arvia terlihat senang saat gue muncul di kamar perawatannya.
“Kok lo bisa sakit dan dirawat gini sih kak? Kayaknya semalem sehat-sehat aja deh?” tanya gue penasaran saat melihat selang infus dan selang apalah itu yang lainnya yang menempel di tubuh kak Arvia.
“Yaaa namanya sakit nggak bisa ditebak kan, Fey?” ucap kak Arvia malah ngeles.
Gue pun hanya bisa bengong melihat kak Arvia. Orang sakit sampai dirawat gini masih aja dianggap enteng. Ya ampun.
“Oh iya Fey, besok temenin gue ke Dufan yuk?!” ucap kak Arvia tiba-tiba yang sukses membuat gue kaget dan bengong.
“Kak, kayaknya dokternya salah ngasih obat nih ke lo. Kok malah tiba-tiba ngajak ke Dufan sih? Lagi sakit juga. Jangan macem-macem deh kak.”
“Haha.. gue serius Fey! Gue tuh cuma sakit biasa aja. Ntar sore atau besok pagi juga udah boleh pulang kok,” balasnya santai. “Please.. temenin ya?”
“Tapi kan besok sekolah kak. Masa harus bolos sih?”
“Nggak apa-apa lah. Sekali-kali aja kan?! Gimana? Oke?”
“Ya okelah!” gue pun pasrah dan setuju saja dengan ajakan kak Arvia yang memang sudah sangat gila itu.
****
Esok paginya kak Arvia menjemput gue ke rumah untuk menjalankan ide gila-nya kemarin, sekaligus menjelaskan kepada mama kenapa gue harus bolos sekolah hari ini. Hmmm... Rasain deh! Lagian ngajakkin ke Dufan hari gini? Aneh-aneh aja.
Lalu setelah mendapat izin dari mama, kak Arvia dengan semangat berapi-api langsung membawa mobilnya ke tempat tujuan. Dufan. Begitu sampai disana semangatnya pun masih juga tinggi. Gue hanya bisa menggelengkan kepala melihatnya. Kenapa senior gue yang satu ini sikapnya jadi aneh begini sih? Astaga!
Tanpa ragu, saat memasuki kawasan Dufan, kak Arvia langsung mengajak gue untuk menaiki wahana permainan ekstrim. Gue hanya bisa melongo melihatnya. Kenapa cowok sattu ini terlihat begitu bersemangat hari ini? Seakan-akan ini adalah hari terakhir dalam hidupnya. Oh please...
****
Begitu puas mencoba semua wahana permainan, kak Arvia langsung mengajak gue ke sebuah tempat favoritnya, yaitu sebuah taman indah yang benar-benar nggak pernah gue datangi sebelumnya. Well, tamannya benar-benar indah. Apalagi dalam keremangan sore seperti ini. Tapi kenapa dia mengajak gue kesini ya?
“Gue mau ngomong sesuatu sama lo, Fey.”
“Ada apa kak? Kok serius banget kayaknya?” tanya gue penasaran.
“Gini,” ucapnya dengan mimik wajah yang langsung berubah serius. “Selama ini gue udah menganggap lo seperti adik gue sendiri. Gue sayang banget sama lo dan gue nggak mau hal buruk apapun terjadi sama lo. Gue mau lo janji sama gue untuk terus berhati-berhati dan mulai belajar untuk mandiri sekaligus menjaga diri lo sendiri.”
“Kak? Kok lo tiba-tiba ngomong begini? Emang ada apa sih?’
“Nggak ada apa-apa. Cuma gue mau memastikan aja kalau lo akan terus baik-baik aja mislanya tiba-tiba gue pergi nanti,” jawabnya sukses memmbuat gue kaget.
“Lo mau pergi kemana kak? Pindah sekolah? Atau pindah rumah? Jauh ya?” tanya gue sangat bingung dan pensaran.
“Belum tau. Pokoknya lo harus janjii, oke?”
“Oke kak. Gue janji.”
Selepas pembicaraan aneh dan membingungkan itu selesai, kak Arvia langsung mengantar gue pulang tanpa sepatah kata apapun. Gue benar-benar bingung dengan sikapnya. Sebenarnya ada apa ya?
****
Malamnya saat gue terlelap, gue memimpikan sesuatu yang aneh soal kak Arvia. Cowok satu itu datang dalam mimpi gue dengan wajah sedih dan dia kembali mengingatkan gue akan janji yang gue buat dengannya malam itu. Namun saat gue ingin bertanya lebih lanjut, kak Arvia pergi menjauh dan meninggalkan gue dalam kegelapan yang mencekam. Dengan ketakutan gue pun berteriak dan terbangun dari mimpi aneh itu. Gue benar-benar khawatir dengan kondisi kak Arvia. Apa mungkin terjadi sesuatu yang buruk kepadanya? Dengan terburu-buru gue bangkit dari tempat tidur dan mengganti baju seadanya lalu langsung tancap gas dengan mobil ayah yang gue bawa tanpa pamit menuju ke rumah cowok yang baru saja gue impikan tadi. Kak Arvia.
“Maaf mbak, mas Arvia nggak ada di rumah. Dia lagi dirawat di rumah sakit Pertamina. Semalam tiba-tiba aja penyakitnya kambuh dan semakin parah,” ucap pembantu dirumah itu saat gue tiba.
“Loh? Emang kak Arvia sakit apa?” tanya gue bingung.
“Leukimia mbak.”
“Hah??? Leukimia? Astaga..” gue pun langsung lemas saat mendengarnya. Ini semua benar-benar nggak pernah gue sangka.
“Ada pesan apa mbak?”
“Nggak ada. Makasih ya,” ucap gue masih dengan ekspresi kosong karena terkejut akan berita mengejutkan tentang penyakit kak Arvia.
Tanpa menunggu lama, gue pun langsung membawa mobil menuju ke rumah sakit tempat kak Arvia dirawat. Selama diperjalanan barulah gue menyadari apa maksud dari perjanjian yang dibuat oleh kak Arvia semalam. Ya ampun.... jangan sampai kak Arvia benar-benar pergi ninggalin gue. Nggak. Kak Arvia pasti bisa. Pasti dia bisa bertahan.
Begitu sampai di rumah sakit, gue dengan kalut langsung mencari kamar tempat kak Arvia dirawat. Lalu terlihatlah disana kedua orang tua kak Arvia menunggu dengan gelisah. Apakah separah itu???
“Permisi tante.. Bagaimana keadaan kak Arvia?” tanya gue dengan hati-hati pada mama-nya kak Arvia.
“Feyra... ya ampun! Arvia masih kritis. Kamu... mungkin kamu yang dibutuhkannya. Dia mungkin masih menunggu kamu, nak,” ucap wanita paruh baya itu terlihat lelah dan khawatir. “Masuklah Fey.”
Dengan hati-hati gue melangkahkan kaki memasuki ruangan ICU tempat kak Arvia dirawat. Gue dengan mudahnya bisa mencium bau obat yang sangat menyengat hidung diruangan itu. Disana juga terlihat jelas keadaan kak Arvia yang terlihat sangat lemah terbaring diatas kasur dengan berbagai macam alat canggih mengelilinginya. Astaga... apakah ini semua nyata?
“Kak... ini Feyra. Lo bisa denger kan? Please.. lo harus bertahan kak. Lo kuat! Lo pasti bisa! Lo harus sembuh!” ucap gue tanpa sadar sambil meneteskan airmata.
Kemudian tiba-tiba saja seakan-akan kak Arvia benar-benar bisa mendengar gue, dia pun membuka matanya perlahan-lahan dan menatap gue dengan tatapan sendu. Tatapan yang selalu gue benci darinya.
“Fey..jangan nangis,” ucap kak Arvia terbata-bata.
“Gue nggak nangis kak. Pokoknya lo harus sembuh, oke?!” balas gue yang langsung menghapus airmmata gue. “Kenapa lo nggak pernah ngasih tau gue kak?”
“Bukan hal yang penting kok,” balasnya lemah.
“Nggak penting??? Kak..lo tuh bener-bener deh...”
“Udah Fey, yang penting sekarang, apapun yang terjadi, lo harus menepati janji lo. Harus.”
“Tapi kak, lo nggak akan pergi kan? please... lo harus kuat kak!”
“Gue nggak tau Fey. Rasanya waktunya udah tiba buat gue...”
“Kak, jangan ngomong gitu. Lo pasti sembuh! Percaya sama gue!” ucap gue menyemnagatinya sambil menggenggam tangannya, ingin mentransfer sebagian semangat gue buat dia.
“Maafin gue Fey. Lagi-lagi gue harus membuat lo kecewa. Maaf... maaf..” ucap kak Arvia terlihat makin lemah dan langsung menutup matanya kembali.
“Kak.... Kak Arvia!!!! Kaaaaak! Lo nggak boleh pergi. Kak Arviaaaaa!” gue langsung berteriak histeris saat melihat tubuh kak Arvia sudah lagi tak bernyawa di depan gue. Gue kalut, gue kaget... mengapa secepat ini????
-THE END-

Comments